Thursday, February 17, 2011
Kakap putih Asam manis
Wednesday, February 9, 2011
Birthday Book
Sunday, February 6, 2011
Friday, February 4, 2011
Orientalism Reconsidered by Edward W.Said
SeaWorld!!!
Wednesday, February 2, 2011
Sarung Gendongan Boneka

Tuesday, February 1, 2011
Debaran jantung GIGI

Monday, January 31, 2011
Luwu, South Sulawesi - Indonesia




Gift Giving in Anthropological Perspective by John F. Sherry, Jr
Just click the title and download it for free :)
Info:
Gift Giving in Anthropological Perspective
Author(s): John F. Sherry, Jr.Source: The Journal of Consumer Research, Vol. 10, No. 2 (Sep., 1983), pp. 157-168
Gifts, Commodities, and Social Relations: A Maussian View of Exchange by James Carrier
Happy reading, happy studying
Enjoy :)
info:
Gifts, Commodities, and Social Relations: A Maussian View of Exchange
Author(s): James CarrierSource: Sociological Forum, Vol. 6, No. 1 (Mar., 1991), pp. 119-136Published by: SpringerStable
Sunday, January 30, 2011
Wednesday, January 26, 2011
Sunday, January 16, 2011
Saturday, January 15, 2011
Anywhere
Malangke village-Palopo, South Sulawesi
(Caption: When I'm still primary school maybe in 2001, we need jonson (small boat with diesel machine) from Palopo city. Last time I go to that village in 2010 and there's no waterways. So just land ways and some of the road have using concrete. Most of people in there using wooden house to life although some of them using stone house)
Thursday, January 13, 2011
Bergerak Lenyap akan suatu yang kelam
Rheina menatap gantungan hp itu. Kecil dan mungil. Biru bergambar tokoh kartun kegemaran anak-anak. (Doraemon)
Dulu, senyuman selalu menghiasi tatapan Doraemon. Tapi tidak sekarang. Luntur dan Kering.
Hanya asa dan perih yang terlintas saat mengingat berbagai gumpalan kenangan bersama benda itu.
"dulu iya, tidak sekarang" ujar Rheina sembari melepas gantungan itu. Sakit iya, tapi harus. Bukan hanya melepaskannya dari hp namun sekaligus melepas segala memori yang terlekat di hati Rheina.
Januari 2009
Awal tahun baru yang dimulai dengan rasa yang imajiner dan kosong. Untuk sekian kali pipi Rheina basah akan tangisan. Tidak kali ini.
Ia harus bertindak tegas akan segalanya. Termasuk membunuh segala ingatannya akan si doraemon serta orang di baliknya.
Sedih memang tapi tidak mungkin akan terus seperti itu.
"sudahlah" Rheina menghela napas panjang dan meletakkan benda itu ke suatu tempat yang takkan ia lirik lagi.
Pikiran Rheina berkecambuk antara marah dan pasrah. Mungkin sudah takdirnya begini. Mungkin akhir dengan kehadiran "seseorang baru" menjadi segelintir rasa pahit di ujung hubungan. Mungkin Rheina adalah penengah yang akan mengantarkan kekasihnya itu ke tangan yang lain. Tangan yang lebih tepat nan lekat. Rheina mengakui bahwa ini bukan kisah yang kental akan rasa manis. Karena berakhir dengan bisu dan sembilu.
"kepada video yang dibuatkan khusus untukku, buku buatan tangan khusus buatku, lampu doraemon bersama dorami, dan semuanya..terima kasih" sahut Rheina merapikannya dan menyimpannya. "sudah saatnya kalian beristirahat dan bersembunyi untuk waktu yang lama. Sudah lelah kalian bermain di antara senang dan gembiraku"
Rheina terperanjat. Mengucapkan syukur. Bahwa ia masih memiliki berbagai orang di belakangnya. Keluarga dan teman-teman yang tak dapat ia sebutkan satu persatu. Semuanya memiliki peran masing-masing untuk bermain dalam kisah pendek Rheina. Semuanya sebagai protogonis di tengah bagian yang tragis.
"untuk seorang wanita yang sempat menganggap saya adalah perebut lelakimu, ambillah dia. pergilah." Rheina berdeham sejenak. "aku telah memutuskan untuk memilih jalanku sendiri. Sungguh bodohnya aku untuk menunggu keputusan orang lain. Mengharapkan jawaban orang lain. Tidak. Inilah hidupku dan akulah yang putuskan jalanku"
Rheina berjalan pelan, pergi meninggalkan segala pahitnya. "ini akan berubah menjadi manis bila tiba pada waktunya" ucapnya sambil tersenyum getir.
Tuesday, January 11, 2011
Malam - 11:27
Bernyanyi di tengah api menyala
Panas dan meleleh di antara gelap yang tajam
Meringkuh tak bertenaga
Seakan aku ingin marah dalam bayangan kosong
Tak ingin aku membuat catatan sejarah hidup yang penuh kemurkaan
Protes akan keadaan semu – tak nyata
Bersembunyi di gunung penuh semak perdu pun takkan mampu…
Takkan mampu membangunkan catatan yang kian lelah akan kehidupan
Berjuang dalam putihnya bait dan baris
Tak mampu lagi aku mengandalkan tangan kuat itu
Begitu rapuh dan lemah... bahkan hanya untuk menorehkan tulisan-tulisan kecil
Gemercik yang kian lenyap semakin buat pita suaraku tercekik
Kuatnya nada kian layu dan kelu
Layaknya sebuah catatan kosong tanpa perjuangan
Langit seakan memberi wajah berbeda..begitu datar tanpa sahutan
Begitu sayup dan tak terdengar
………………
Mati
Hembusan terasa semakin pelan dan tak terasa manisnya – hambar
Kalut
Ketenangan hanyalah menjadi sebuah risau dalam alunan yang berbeda
Ya, berbeda…
Jiwa yang rayu - patetis - tragis
Untuk sayap-sayap biru bening dan mudah retak
Disitulah aku memanggilmu..
Saat dinamika kian riuh dan tak berarti
Untuk secangkir kopi dingin tak beraroma
Tak pekat dan tak lekat akan nilai keadilan
Begitu luntur nan lentur akan sebuah kepiawaian
Untuk sebuah nadi-nadi tak berdarah
Aliran yang terhenti akan cinta dan mesra
Miris mengiris tak berdaya
Terlena… (pasrah)
Untuk bunga tak berkelir
Letih akan rona
Bias tak berarti..
(saat langkah tak tertuju, tempat penuh dengan buku, riuh lalu lalang di sebuah kota berpolusi)
Wednesday, November 24, 2010
Kota Seni - Kota Sedih
Oke, mengapa gw bilang kota seni - kota sedih?
bukan karena acaranya yang sedih. melainkan membuat gw menjadi kesepian sejenak.

"I’ll be looking at my window seeing Adelaide sky.. Would you be kind enough to remember"
Tuesday, November 9, 2010
On the Way..
diam dan hanya duduk di tempat

dan terkadang merasa bodoh untuk memasang topeng (?)

bahkan aku menghabiskan waktuku..
mungkin untuk yang kesekian kali
detiknya terus bejalan bukan?
tapi tidak dengan pikiranku..seakan sirna
(tidak..)
Soreku bicara dalam bisu

Hujan baru saja turun beberapa menit lalu. Aku duduk di bangku taman menikmati udara sore yang mulai cerah di antara dedaunan yang basah akan rintikan air. Sayup-sayup ku kurasa. Rambut ikalku berhembus pelan dan kembali ku menatanya tuk membuatnya rapi (kembali). apa yang kalian pikirkan ketika tau aku duduk di bangku taman ini? menunggu seseorang? Tidak. aku hanya duduk untuk menghela napas sore, rasa yang bisu, dan pikiran yang kelu. Raut wajah ku datar kawan, entah mengapa seperti mati rasa saja aku ini. ku harap ada pelangi datang untuk menemani ku sore ini dan ternyata ia tak hadir. Hanya angin memelukku dengan erat meski dingin. Apa yang membuatku demikian kosong? Tolonglah Tuhan, aku ini bukan makhluk lemah yang rapuh hanya karena masah sepele (kata siapa sepele ya? Hahaha)
Semua datang silih berganti seperti baju bekas dan baju baru. Ada yang baru dan ada yang dibuang. Persis sekali kan? Aah..aku tak ada ide lagi untuk memisalkannya. Meski ruwet ingin ku buatnya jadi singkat dan mudah dipahami. Tapi sepertinya jawabannya tetap tidak. selama berbicara mengenai manusia, ini semua serba tak pasti dan tak mutlak. Relatif dan dinamis — tak konstan.
Redup aku memikirkannya. Layaknya sang guru bertanya pada murid yang belum belajar. Jawabannya asal dan cenderung salah (biasanya begitu). Sungguh aku tak marah dengan kondisi yang demikian klise. Karena aku yang patut menyalahkan diriku sendiri. Menyalahkan aku yang begitu pasrah terhadap kondisi stagnan ini. hahaha!! (aku menertawakan diri ku sendiri. Kalian setuju?)
Bukankah ini semua adalah konstruksi pemikiranku sendiri? Bukankah aku yang menafsirkan semua ini? bukankah aku yang memahami ini semua? Bukankah hanya aku yang mengerti akan kondisi ku sekarang?
Oke, jadi tidaklah layak aku menyalahkan orang lain (memang tidak akan seperti itu – semoga). Rasa susah dan senang itu kan aku yang merasakan. Aku yang menafsirkan itu bernama “kebahagiaan” dan “kesedihan”.
Aku menghirup udara agak dalam dan merenggangkan otot sejenak. Baiklah, biarkan saja aku berkemelut dengan pikiran ku sendiri. Biarkan aku berbalerina bersama angin sore. Biarkan aku menjadi tontonan langit sore tak berpelangi. Biarkan aku menertawakan diri ku sendiri. Dan biarkan aku bercinta dengan soreku yang tak berujung…