Tuesday, November 9, 2010

Soreku bicara dalam bisu



Hujan baru saja turun beberapa menit lalu. Aku duduk di bangku taman menikmati udara sore yang mulai cerah di antara dedaunan yang basah akan rintikan air. Sayup-sayup ku kurasa. Rambut ikalku berhembus pelan dan kembali ku menatanya tuk membuatnya rapi (kembali). apa yang kalian pikirkan ketika tau aku duduk di bangku taman ini? menunggu seseorang? Tidak. aku hanya duduk untuk menghela napas sore, rasa yang bisu, dan pikiran yang kelu. Raut wajah ku datar kawan, entah mengapa seperti mati rasa saja aku ini. ku harap ada pelangi datang untuk menemani ku sore ini dan ternyata ia tak hadir. Hanya angin memelukku dengan erat meski dingin. Apa yang membuatku demikian kosong? Tolonglah Tuhan, aku ini bukan makhluk lemah yang rapuh hanya karena masah sepele (kata siapa sepele ya? Hahaha)

Semua datang silih berganti seperti baju bekas dan baju baru. Ada yang baru dan ada yang dibuang. Persis sekali kan? Aah..aku tak ada ide lagi untuk memisalkannya. Meski ruwet ingin ku buatnya jadi singkat dan mudah dipahami. Tapi sepertinya jawabannya tetap tidak. selama berbicara mengenai manusia, ini semua serba tak pasti dan tak mutlak. Relatif dan dinamis — tak konstan.

Redup aku memikirkannya. Layaknya sang guru bertanya pada murid yang belum belajar. Jawabannya asal dan cenderung salah (biasanya begitu). Sungguh aku tak marah dengan kondisi yang demikian klise. Karena aku yang patut menyalahkan diriku sendiri. Menyalahkan aku yang begitu pasrah terhadap kondisi stagnan ini. hahaha!! (aku menertawakan diri ku sendiri. Kalian setuju?)

Bukankah ini semua adalah konstruksi pemikiranku sendiri? Bukankah aku yang menafsirkan semua ini? bukankah aku yang memahami ini semua? Bukankah hanya aku yang mengerti akan kondisi ku sekarang?

Oke, jadi tidaklah layak aku menyalahkan orang lain (memang tidak akan seperti itu – semoga). Rasa susah dan senang itu kan aku yang merasakan. Aku yang menafsirkan itu bernama “kebahagiaan” dan “kesedihan”.

Aku menghirup udara agak dalam dan merenggangkan otot sejenak. Baiklah, biarkan saja aku berkemelut dengan pikiran ku sendiri. Biarkan aku berbalerina bersama angin sore. Biarkan aku menjadi tontonan langit sore tak berpelangi. Biarkan aku menertawakan diri ku sendiri. Dan biarkan aku bercinta dengan soreku yang tak berujung…

No comments: