"Betapa
hebatnya Tuhan memberikan mata ini untuk melihat banyak keindahan. Itu artinya,
Tuhan menyuruh kita untuk melihat perbedaan-perbedaan itu. Lalu mengapa hari
ini kita mematikan fungsi dari mata kita sendiri. Mematikan akal kita untuk
melihat satu hal saja dan tidak melihat yang lain?”
Begitulah salah satu kutipan yang saya
peroleh saat Merlyn Sopjan (Miss Waria Indonesia 2006) menjelaskan latar belakang puisi yang ia buat dalam buku keduanya berjudul
“Jangan (hanya) lihat kelaminku”. Saat itu saya bungkam dan berpikir. Betapa
kita, seorang manusia sungguh naif untuk membatasi pikiran kita dalam kotak
yang kaku dan tertutup rapat luar biasa. Kita, manusia, cenderung memaknai hal
diluar kotak menjadi sesuatu yang ANEH, BURUK, dan MENJIJIKKAN.
“hari ini, saya menghargai Anda, sebagai
seorang individu. Bukan karena sebuah mayoritas. Lalu mengapa, Anda tidak bisa
menghargai saya?”
Lontaran tersebut nampak bahwa “kaum di
luar garis normal” betul-betul “diperkosa” hasratnya, jiwanya, dan hak nya.
Kita tahu betul, bahwa kaum LGBT belum
total diterima oleh masyarakat dan negara kita. Tidak sedikit pula dari
masyarakat maupun aparat melakukan kekerasan terhadap kaum tersebut. Kekerasan yang
saya maksud di sini bukan hanya kekerasan fisik, melainkan juga psikis. Norma masih
menjadi landasan utama bagi masyarakat untuk melakukan tindakan dalam hidup. Tapi,
bukan berarti kita menginjak-injak hak orang lain. Bukan berarti kita melakukan
“pemerkosaan” terhadap jiwa mereka. Justru kaum merekalah yang sanggup MENERIMA
PERBEDAAN. Justru kaum merekalah yang dapat menerima dengan tangan terbuka
terhadap KERAGAMAN yang ada. Lalu kita, hanyalah seonggok penonton yang tahu
menghina dan berkomentar.
Foto diperoleh dari: http://www.ourvoice.or.id |
Foto diperoleh dari: http://www.ourvoice.or.id |
Berikut adalah kutipan yang saya peroleh
dari Facebook mbak Merlyn Sopjan sekaligus menjadi penutup saat launching buku
tersebut. Puisi ini juga ada di dalam buku pertamanya, “Perempuan tanpa V”.
Ketika akhirnya bisa berdamai dengan
diri sendiri dan menerima diri sepenuhnya seperti apa yang kita inginkan, yang
kemudian lahir adalah rasa yang begitu melegakan.
Ketika tumbuh menjadi satu pribadi unik, kita
melewati hidup dan belajar menghargai keunikan orang lain. Dari situ kita akan
menghargai keragaman ciptaan Tuhan.
Hampir separuh hidup saya, saya telah bisa
menerima diri saya seperti adanya. Dengan penerimaan itu saya berusaha
menghargai ketidak sempurnaan yang saya miliki. Saya tidak akan pernah menjadi
sempurna. Tak akan pernah. Karena saya hanyalah seorang manusia. Yang terlahir
dengan keterbatasan. Yang saya inginkan hanyalah bisa tumbuh, agar saya bisa mensyukuri
segala hal yang saya dapat.
Saya masih mempercayai sebuah naluri. Bahwa suatu
saat yang tepat, saya akan tau jawaban yang benar akan segala pertanyaan dalam
hidup saya. Saya juga masih percaya, bahwa tidak salah untuk tidak tau segala
hal. Karena Ke Maha MisterianNYA tetaplah Esa.
Tempat dimana saya ada sekarang adalah tempat yang
sudah membuat saya bahagia. Masa lalu saya adalah sahabat terbaik saya hari
ini. Masa lalu juga yang membawa saya sampai ke tempat dimana sekarang saya
ada. Menjadi pribadi yang kuat dan lebih menghargai hidup.
Saya akan memilih tinggal dalam realita kehidupan
yang sekarang saya jalani. Menjadi diri saya sendiri. Menjadi seseorang sesuai
langkah membawa saya. Bukan untuk terombang ambing. Tapi untuk membuka hati
merasakan keindahan hidup ini dalam pahit dan manisnya. Karena merasakan
sukacita akan jadi sempurna ketika sebelumnya rasa sakit telah kita akrabi.
Hari ini, saya melepaskan segala keinginan saya
dan memberi Tuhan satu ruang untuk melakukan pekerjaanNYA atas hidup saya. Saya
adalah Merlyn. Dan saya seorang Waria yang akan terus bangga dengan keunikan
saya.
Menghargai PLURALITAS, tidak hanya
terbatas pada SARA. Tetapi juga terhadap keberagaman orientasi seksual
seseorang, yakni pada kaum LGBT.
No comments:
Post a Comment