Oke, mengapa gw bilang kota seni - kota sedih?
bukan karena acaranya yang sedih. melainkan membuat gw menjadi kesepian sejenak.
"I’ll be looking at my window seeing Adelaide sky.. Would you be kind enough to remember"
Hujan baru saja turun beberapa menit lalu. Aku duduk di bangku taman menikmati udara sore yang mulai cerah di antara dedaunan yang basah akan rintikan air. Sayup-sayup ku kurasa. Rambut ikalku berhembus pelan dan kembali ku menatanya tuk membuatnya rapi (kembali). apa yang kalian pikirkan ketika tau aku duduk di bangku taman ini? menunggu seseorang? Tidak. aku hanya duduk untuk menghela napas sore, rasa yang bisu, dan pikiran yang kelu. Raut wajah ku datar kawan, entah mengapa seperti mati rasa saja aku ini. ku harap ada pelangi datang untuk menemani ku sore ini dan ternyata ia tak hadir. Hanya angin memelukku dengan erat meski dingin. Apa yang membuatku demikian kosong? Tolonglah Tuhan, aku ini bukan makhluk lemah yang rapuh hanya karena masah sepele (kata siapa sepele ya? Hahaha)
Semua datang silih berganti seperti baju bekas dan baju baru. Ada yang baru dan ada yang dibuang. Persis sekali kan? Aah..aku tak ada ide lagi untuk memisalkannya. Meski ruwet ingin ku buatnya jadi singkat dan mudah dipahami. Tapi sepertinya jawabannya tetap tidak. selama berbicara mengenai manusia, ini semua serba tak pasti dan tak mutlak. Relatif dan dinamis — tak konstan.
Redup aku memikirkannya. Layaknya sang guru bertanya pada murid yang belum belajar. Jawabannya asal dan cenderung salah (biasanya begitu). Sungguh aku tak marah dengan kondisi yang demikian klise. Karena aku yang patut menyalahkan diriku sendiri. Menyalahkan aku yang begitu pasrah terhadap kondisi stagnan ini. hahaha!! (aku menertawakan diri ku sendiri. Kalian setuju?)
Bukankah ini semua adalah konstruksi pemikiranku sendiri? Bukankah aku yang menafsirkan semua ini? bukankah aku yang memahami ini semua? Bukankah hanya aku yang mengerti akan kondisi ku sekarang?
Oke, jadi tidaklah layak aku menyalahkan orang lain (memang tidak akan seperti itu – semoga). Rasa susah dan senang itu kan aku yang merasakan. Aku yang menafsirkan itu bernama “kebahagiaan” dan “kesedihan”.
Aku menghirup udara agak dalam dan merenggangkan otot sejenak. Baiklah, biarkan saja aku berkemelut dengan pikiran ku sendiri. Biarkan aku berbalerina bersama angin sore. Biarkan aku menjadi tontonan langit sore tak berpelangi. Biarkan aku menertawakan diri ku sendiri. Dan biarkan aku bercinta dengan soreku yang tak berujung…
Tersenyum lagak jatuh hati, menangis lantas tersakiti. Selingkuh, mendua, menyukai, lantas sakit lagi..oh, seperti nonton DVD saja yang telah diketahui awalan, klimaks, serta akhirnya. Pernah terlintas apakah lebih baik tidak menyukai siapa-siapa sehingga perasaan menjadi lebih stabil dan tidak labil sampai-sampai galau dengan beberapa pernyataan orang-orang twitter di malam hari. Terlalu menye-menye dan gak tau sampai kapan berakhir. Orang yang jomblo di tanya: “kapan punya pacar?” Udah punya pacar di tanya lagi: “kapan nikahnya?” udah nikah di tanya lagi: “kapan punya momongan?” selanjutnya, tanyakan saja pada saya: “kapan anda meninggal?”
Teringat oleh saya beberapa tahun yang lalu melihat teman yang benar-benar bersedih dan berpikir tidak akan menikah dan lebih fokus untuk urusan kerjanya nanti. Punya keluarga, teman, dan uang. Lantas? Apa lagi yang kurang? Bukankah itu sudah cukup? Gunakan saja uangmu itu untuk berlibur keliling dunia bersama kawan atau keluarga. Bukankah sudah merasa bahagia? Bahkan kalau anda sakit hati atau putus karena cinta, anda akan lari ke mana? Tentu saja, SAHABAT dan KELUARGA. Rite? (baiklah, kalau beberapa di antara pembaca merasa tidak setuju. sah sah saja itu)
Tak lama saya membaca tulisan seorang teman yang mengungkapkan bahwa: “Why should a woman wait , while a man choose ?”. Baiklah, mari merenung sejenak dan mengingat bahwa perbandingan jumlah laki-laki dan perempuan memang tidak sebanding. Perempuan jadi berkesan pajangan indah yang bisa di raih bahkan dijadikan cadangan. Ketika dibeli cukup mahal harganya dan bila tak digunakan lagi bisa-bisa pecah dan sulit untuk kembali. Kalau pun maju, takut dibilang agresif. Kalau pun pasif, takut dijadiin cadangan. Loh loh? Jadi harus gimana doong?
Beberapa minggu yang lalu saya menghadiri pernikahan seorang teman di daerah Jakarta timur. Cukup sederhana namun hangat akan sapaan dan canda tawa. Bagaimana rasanya menikah itu? menyenangkan? Menggairahkan? Beberapa kawan yang menikah muda saya tanyakan pertanyaan ini. “menikah itu menyenangkan, ada yang memperhatikan” jawab temanku yang pertama. “yaa..kalo memang cocok ya menikah itu enak2 aja kok. Tapi selama belum menikah sebisa mungkin ya cari pengalaman.” Jawab temanku yang kedua. Jawaban-jawaban ini masih terasa semu rasanya. Entah hanya saya yang merasa demikian atau tidak (mungkin mereka menjawab demikian karena masih pengantin baru dan saya itu pikir itu jawaban yang wajar dan lumrah). Setelah menikah, lantas bagaimana kehidupan nanti? Apakah bakal sama kayak orang pacaran yang suaminya bakal jajan ke mana2? Ya emang sih, gak bisa di generalisasi kalo laki-laki akan melakukan hal yang sama. Tapi, beberapa case yang saya dengarkan dari “radio malam hari” gak jauh2 dari pereselingkuhan pasangan dalam rumah tangga. Kembali lagi: “gak ada yang bener2 sejati”
Single, in relationship, its complicated, married itu semua pilihan. Seperti status di sebuah jejaring sosial yang menurut saya adalah ruang publikasi efektif untuk memberitakan sebuah eksistensi seseorang. Well, saya tidak mau terlalu banyak bercuap-cuap terlalu jauh. Bagaimana pun juga, hidup itu memang adalah sebuah pilihan.
BERBAGAI PENDEKATAN
DALAM ILMU POLITIK
Ilmu politik mengenal beberapa pendekatan. Beberapa di antaranya ialah:
· Pendekatan legal/intutisional
· Pendekatan perilaku
· Pendekatan Neo-Marxis
· Teori ketergantungan ( Dependency Theory)
· Pendekatan pilihan rasional (Rational Choice)
· Pendekatan Intutisional Baru
Pendekatan legal/ Instutisional
Dalam pendekatan ini, negara menjadi fokus pokok. Bahasan tradisional menyenagkut antara lain sifat dari undang-undang dasar, masalah kedaulatan, kedudukan, dan kekuasaan formal serta yuridis dari lembaga-lembaga kenegaraan seperti parlemen, badan eksekutif, dan badan yudikatif. Bahasan ini bersifat statis dan deskriptif daripada analitis, dan banyak memakai ulasan sejarah. Pendekatan ini bersifat normative (yaitu sesuai dengan ideal atau standar tertentu) dengan mengasumsikan norma-norma konstitusional yang formal.
Kelemahan dari pendekatan ini:
Kurang memberi peluang bagi terbentuknya teori-teori baru.
Pendekatan perilaku
Sebab-sebab kemunculan pendekatan perilaku:
1) Sifat deskriptif dari ilmu politik dianggap tidak memuaskan karena tidak realistis dan sangat berbeda dengan kenyataan sehari-hari.
2) Ada kekhawatiran bahwa jika ilmu politik tidak maju dengan pesat, ia akan ketinggalan dibanding dengan ilmu-ilmu lainnya.
3) Dikalangan pemerintah Amerika telah muncul keraguan mengenai kamampuan para sarjana ilmu politik untuk menerangkan fenomena politik.
Salah satu pemikiran pokok dari Pendekatan Perilaku adalah mempelajari perilaku (behavior) manusia karena merupakan gejala yang benar-benar dapat diamati.
Pendekatan ini tidak menganggap lembaga-lembaga formal sebagai titik sentral atau sebagai aktor yang independen, tetapi hanya sebagai kerangka bagi kegiatan manusia.
Penganut pemikiran ini meneliti tidak hanya perilaku kegiatan manusia, melainkan juga orientasinya terhadap kegiatan tertentu seperti sikap, motivasi, persepsi, evaluasi, tuntutan, harapan, dan sebagainya. Pendekatan ini cenderung untuk bersifat interdisipliner. Ia tidak hanya mempelajari factor pribadi, tetapi juga faktor-faktor lainnya seperti budaya, sosiologis, dan psikologis.
Kelemahan dari pendekatan ini:
Pendekatan ini terlalu steril karena menolak masuknya nilai-nilai (value-free) dan norma-norma dalam penelitian politik. Lagipula, pendekatan ini tidak peduli atau buta terhadap masalah-masalah sosial yang gawat seperti konflik dan pertentangan-pertentangan pada saat itu yang mengguncangkan masyarakat. \
Pendekatan Neo-Marxis
Para penganut pendektan ini digambarkan sebagai kelompok-kelompok kecil yang teridiri dari cendikiawan yang mendapat inspirasi dari tulisan-tulisan Marx.
Ada dua unsur pemikiran Marx yang bagi mereka sangat menarik:
1) Ramalannya tentang runtuhnya kapitalisme yang tidak terelakkan.
2) Etika humanis yang meyakini bahwa manusia pada hakikatnya baik, dan dalam keadaan tertentu menguntungkan akan dapat membebaskan diri dari lembaga-lembaga yang menindas,menghina, dan menyesatkan.
Fokus analisis Neo-Marxis adalah kekuasaan serta konflik yang terjadi dalam negara. Kaum Neo-Marxis memperjuangkan suatu perkembangan yang revolusioner serta multi-linier untuk menghapuskan ketidakadilan yang membentuk tatanan masyarakat yang, menurut mereka, memenuhi kepentingan seluruh masyarakat dan tidak hanya kepentingan kaum borjuis.
Kelemahan pendekatan ini:
Salah satu kelemahan yang melekat pada golongan Neo-Maxis adalah bahwa mereka mempelajari Marx dalam keadaan dunia yang sudah banyak berubah.
Teori Ketergantungan (Dependency Theory)
Teori ketergantungan adalah kelompok yang mengkhususkan penelitiannya pada hubungan antara negara Dunia Pertama dan Dunia Ketiga.
Yang menarik dari tulisan-tulisan kalangan pendukung Teori Ketergantungan yang pada awalnya memusatkan perhatian pada Negara-negara Amerika Selatan adalah pandangan mereka yang membuka mata kita terhadap akibat dominasi ekonomi ini. Ini bisa dilihat dari membumbungnya utang kesenjangan sosial-ekonomi dari pembangunan di banyak negara Dunia Ketiga.
Pendekatan pilihan rasional (Rational Choice)
Pengikut pendekatan ini percaya bahwa kita dapat meramalkan perilaku manusia dengan mengetahui kepentingan-kepentingan dari aktor yang bersangkutan. Optimalisasi kepentingan dan efisiensi merupakan inti dari Rational Choice.
Kelemahan dari pendekatan ini:
Dianggap tidak memerhatikan kenyataan bahwa manusia dalam perilaku politiknya sering tidak rasional, bahwa manusia sering tidak mempunyai skala refrensi yang tegas dan stabil, dan bahwa ada pertimbangan lain yang turut menentukan sikapnya, seperti faktor budaya, agama, sejarah, dan moralitas. Tindakan manusia terinspirasi oleh apa yang baik dan apa yang mungkin. Kritik lain ialah bahwa mementingkan kepentingan sendiri cenderung secara tidak langsung mengabaikan kesejahteraan orang lain dan kepentingan umum, dan seolah-olah mengabaikan unsur etika. Lagi pula skala refrensi manusia dapat saja berubah sepanjang masa.
Pendekatan Intutisional Baru
Institusional Baru melihat institusi sebagai hal yang dapat diperbaiki kea rah suatu tujuan tertentu, seperti misalnya membangun masyarakat yang lebih makmur. Usaha ini perlu ada semacam rencana atau design yang secara praktis menentukan langkah-langkah untuk tercapainya tujuan itu. Pendekatan ini menjelaskan bagaimana organisasi institusi itu, apa tanggung jawab dari setiap peran dan bagaimana peran dan institusi berinteraksi.
Institusi adalah organisasi yang tertata melalui pola perilaku yang diatur oleh peraturan yang telah diterima sebagai standar. Bagi penganut ini, pokok masalah ialah bagaimana membentuk institusi yang dapat menghimpun secara efektif sebanyaj mungkin preferensi dari para actor untuk menentukan kepentingan kolentif. Perbedaannya dengan Instutisional yang lama ialah perhatian Instutisional Baru lebih tertuju pada analisi ekonomi, kebijakan fiskal dan moneter, pasar dan globalisasi ketimbang pada masalah konstitusi yuridis.